Entri Populer

Rabu, 14 Desember 2011

karya2


Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
·  Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
·  Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
·  Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dg pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $2/hari. Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001. Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.
Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang  
Keterkaitan ilmu dengan kemiskinan
Kemiskinan dipelajari oleh banyak ilmu, seperti ilmu sosial, ekonomi, dan budaya.
·  Dalam ekonomi, dua jenis kemiskinan dipertimbangkan: kemiskinan absolut dan relatif.
·  Dalam politik, perlawanan terhadap kemiskinan biasanya dianggap sebagai tujuan sosial dan banyak pemerintahan telah berupaya mendirikan institusi atau departemen. Pekerjaan yang dilakukan oleh badan-badan ini kebanyakan terbatas hanya dalam sensus dan pengidentifikasian tingkat pendapatan di bawah di mana warga negara dianggap miskin. Penanggulangan aktif termasuk rencana perumahan, pensiun sosial, kesempatan kerja khusus, dll. Beberapa ideologi seperti Marxisme menyatakan bahwa para ekonomis dan politisi bekerja aktif untuk menciptakan kemiskinan. Teori lainnya menganggap kemiskinan sebagai tanda sistem ekonomi yang gagal dan salah satu penyebab utama kejahatan.
·  Dalam hukum, telah ada gerakan yang mencari pendirian "hak manusia" universal yang bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan.
·  Dalam pendidikan, kemiskinan memengaruhi kemampuan murid untuk belajar secara efektif dalam sebuah lingkungan belajar. Terutama murid yang lebih kecil yang berasal dari keluarga miskin, kebutuhan dasar mereka seperti yang dijelaskan oleh Abraham Maslow dalam hirarki kebutuhan Maslow; kebutuhan akan keamanan dan rumah yang stabil, pakaian, dan kurangnya kandungan gizi makan mereka membayangi kemampuan murid-murid ini untuk belajar. Lebih jauh lagi, dalam lingkungan pendidikan ada istilah untuk menggambarkan fenomen "yang kaya akan tambah kaya dan yang miskin bertambah miskin" (karena berhubungan dengan pendidikan, tetapi beralih ke kemiskinan pada umumnya) yaitu efek Matthew.
Perdebatan yang berhubungan dalam keadaan capital manusia dan capital individual seseorang cenderung untuk memfokuskan kepada akses capital instructional dan capital social yang tersedia hanya bagi mereka yang terdidik dalam sistem formal.
Teori tentang kemiskinan
Ada banyak teori tentang kemiskinan, namun menurut Michael Sherraden (2006:46-54) dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yang saling bertentangan dan satu kelompok teori yang tidak memihak (middle ground), yaitu teori yang memfokuskan pada tingkah laku individu (behavioral), teori yang mengarah pada struktur social, dan yang satu teori mengenai budaya miskin.
Menurutnya Teori yang memfokuskan pada tingkah laku individu merupakan teori tentang pilihan, harapan, sikap, motivasi dan capital manusia (human capital). Teori ini disajikan dalam teori ekonomi neo-klasik, yang berasumsi bahwa manusia bebas mengambil keputusan untuk dirinya sendiri dengan tersedianya pilihan-pilihan. Perspektif ini sejalan dengan teori sosiologi fungsionalis, bahwa ketidak setaraan itu tidak dapat dihindari dan diinginkan adalah keniscayaan dan penting bagi masyarakat secara keseluruhan. Terori perilaku individu meyakini bahwa sikap individu yang tidak produktif telah mengakibatkan lahirnya kemiskinan.
Teori Struktural yang bertolak belakang dengan teori perilaku memandang bahwa hambatan-hambatan structural yang sistematik telah menciptakan ketidaksamaan dalam kesempatan, dan berkelanjutannya penindasan terhadap kelompok miskin oleh kelompok kapitalis. Variasi teori structural ini terfokus pada topic seperti ras, gender atau ketidak sinambungan geografis dalam kaitannya atau dalam ketidakterkaitannya dengan ras.
Teori budaya miskin yang dikembangkan oleh Oscar Lewis dan Edward Banfield ini mengatakan bahwa gambaran budaya kelompok kelas bawah, khususnya pada orientasi untuk masa sekarang dan tidak adanya penundaan atas kepuasan, mengekalkan kemiskinan di kalangan mereka dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Menurut Michael Sherraden bahwa dalam berbagai bentuk, teori budaya miskin ini berakar pada politik sayap kiri (Lewis) dan politik sayap kanan (Banfield). Dari sayap kiri, perspektif ini dikenal sebagai situasi miskin, yang mengindikasikan bahwa adanya disfungsi tingkah laku ternyata merupakan adaptasi fungsional terhadap keadaan-keadaan yang sulit (Michael Sherraden : 2006, Parsudi Suparlan : 1995). Dengan kata lain kelompok sayap kiri cenderung melihat budaya miskin sebagai sebuah akibat dari struktur social. Sebaliknya kelompok sayap kanan melihat tingkah laku dan budaya masyarakat kelas bawah yang mengakibatkan mereka menempati posisi di bawah dalam struktur social.
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam studi tentang kemisinan, yaitu pedekatan obyektif dan pendekatan subyektif. Pendekatan obyektik yaitu pendekatan dengan menggunakan ukuran kemiskinan yang telah ditentukan oleh pihak lain terutama para ahli yang diukur dari tingkat kesejahteraan sosial sesuai dengan standart kehidupan, sedangkan pendekatan subyektif adalah pendekatan dengan menggunakan ukuran kemiskinan yang ditentukan oleh orang miskin itu sendiri yang diukur dari tingkat kesejahteraan sosial dari orang miskin dibandingkan dengan orang kaya yang ada dilingkungannya. Seperti diungkapkan oleh Joseph F. Stepanek, ed. (1985) bahwa pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri.
Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Dengan menggunakan pendekatan obyektif banyak ditemukan berbagai dimensi pendekatan yang digunakan oleh para ahli maupun lembaga.
Seperti BAPPENAS menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective.
Pendekatan kebutuhan dasar, melihat bahwa kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.
Sedangakn pendekatan pendapatan, melihat bahwa kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Demikian pula pendekatan kemampuan dasar yang menilai bahwa kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat.
Berbeda dengan pendekatan lainnya Pendekatan hak melihat bahwa kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.

 Kemiskinan dunia
Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai "sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi."
Bank Dunia menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari AS$1 per hari, dan "miskin" dengan pendapatan kurang dari AS$ 2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut "miskin", pada 2001.
Proyek Borgen menunjuk pemimpin Amerika memberikan AS$230 milyar per tahun kepada kontraktor militer, dan hanya AS$19 milyar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Perkembangan Milenium PBB untuk mengakhiri kemiskinan parah sebelum 2025.
 Penyebab kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
·  penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
·  penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
·  penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
·  penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
·  penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
Menghilangkan kemiskinan
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
·  Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
·  Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
·  Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.




 

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN DI INDONESIA

   
Indonesia adalah sebuah negara yang penuh paradoks. Negara ini subur dan kekayaan alamnya melimpah, namun sebagian cukup besar rakyat tergolong miskin. Pada puncak krisis ekonomi tahun 1998-1999 penduduk miskin Indonesia mencapai sekitar 24% dari jumlah penduduk atau hampir 40 juta orang. Tahun 2002 angka tersebut sudah turun menjadi 18%, dan diharapkan menjadi 14% pada tahun 2004. Tetapi siapa yang dapat menjamin bahwa grafik jumlah penduduk miskin akan terus turun? Situasi terbaik terjadi antara tahun 1987-1996 ketika angka rata-rata kemiskinan berada di bawah 20%, dan yang paling baik adalah pada tahun 1996 ketika angka kemiskinan hanya mencapai 11,3%. 
Bagaimana menerangkan bangunan ekonomi Indonesia dengan fenomena kemiskinan di dalamnya? Ketika angka kemiskinan menunjukkan tingkat terendah, justru tak lama setelah itu terjadi krisis ekonomi yang dahsyat, yang ternyata tak segera bisa diatasi. Dampak dari krisis tersebut masih terasa dan terlihat sampai sekarang. Kita lihat saja, jumlah pengemis melonjak tajam sejak tahun 1999. Para pengemis ini beroperasi dalam berbagai cara. Banyak yang menjadi pengamen dadakan, penodong di bis kota dan di persimpangan-persimpangan jalan raya, dan lain-lain. Dibandingkan tahun 2001-2002, situasi pada saat ini sudah menjadi lebih baik, namun jumlah pengemis yang beroperasi di masyarakat belum kembali ke keadaan sebelum krisis.
Apakah gejala ini telah mendapat perhatian yang memadai dari penentu kebijakan dan para sosiolog? Mungkin kita telah melewatkan satu momentum yang sangat baik untuk belajar lebih dalam mengenai bangunan sosial-ekonomi-politik masyarakat kita. Jika saja pemerintah menyisihkan beberapa milyar rupiah untuk memberdayakan para pengemis ini, maka situasi keamanan di kota-kota yang agak terganggu dengan kehadirian pengemis-penodong akan lebih cepat pulih.
Dalam kenyataannya para pengemis Indonesia, termasuk di dalamnya para pengemis yang melakukan kegiatannya dengan kekerasan, telah ikut menciptakan rasa tidak aman di dalam masyarakat. Ditambah dengan kondisi kehidupan politik yang hiruk-pikuk seiring dengan bergulirnya perjuangan reformasi di segala bidang, maka citra umum mengenai kondisi keamanan di Indonesia menjadi kurang baik dan tidak kondusif untuk segera pulihnya kegiatan-kegiatan investasi di bidang ekonomi. Lambatnya proses pemulihan ekonomi dengan sendirinya berarti lambatnya pengurangan jumlah orang miskin.
Dalam setengah tahun terakhir  situasi tidak kondusif itu diperparah dengan terjadinya peristiwa pemboman di Bali pada bulan Oktober 2002, dan terakhir peristiwa invasi Amerika ke Irak. Semuanya menyebabkan hilangnya banyak lapangan kerja bagi berbagai lapisan masyarakat, khususnya lapisan pekerja kasar.
Akar kemiskinan di Indonesia tidak hanya harus dicari dalam budaya malas bekerja keras. Keseluruhan situasi yang menyebabkan seseorang tidak dapat melaksanakan kegiatan produktifnya secara penuh harus diperhitungkan. Faktor-faktor kemiskinan adalah gabungan antara faktor internal dan faktor eksternal. Kebijakan pembangunan yang keliru termasuk dalam faktor eksternal. Korupsi yang menyebabkan berkurangnya alokasi anggaran untuk suatu kegiatan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat miskin juga termasuk faktor eksternal.
Sementara itu, keterbatasan wawasan, kurangnya ketrampilan, kesehatan yang buruk, serta etos kerja yang rendah,  semuanya merupakan faktor internal.  Faktor-faktor internal dapat dipicu munculnya oleh faktor-faktor eksternal juga. Kesehatan masyarakat yang buruk adalah pertanda rendahnya gizi masyarakat. Rendahnya gizi masyarakat adalah akibat dari rendahnya pendapatan dan terbatasnya sumber daya alam. Selanjutnya, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) adalah akibat dari kurangnya pendidikan. Hal yang terakhir ini juga pada gilirannya merupakan akibat dari kurangnya pendapatan. Kurangnya pendapatan merupakan akibat langsung dari keterbatasan lapangan kerja. Dan seterusnya begitu, berputar-putar dalam proses saling terkait.
Mengurai berbagai faktor penyebab kemiskinan tidak mudah dan tidak jelas harus mulai dari titik mana. Keterbatasan lapangan kerja, misalnya, seharusnya bisa diatasi dengan penciptaan lapangan kerja. Namun penciptaan lapangan kerja bukanlah hal yang begitu saja dapat dilakukan, misalnya dengan meminjam dari sumber-sumber pembiayaan luar negeri. Buktinya, pinjaman luar negeri Indonesia pada saat ini sudah mencapai lebih dari US$140 milyar, namun tetap tidak mudah bagi banyak warga negara, khususnya yang tidak memiliki ketrampilan khusus, untuk mendapatkan lapangan kerja.
Upaya meningkatkan penguasaan iptek masyarakat juga bukan perkara yang mudah. Masalah utamanya adalah biaya pendidikan. Tetapi bukan hanya itu, budaya menghargai simbol-simbol formal di masyarakat Indonesia merupakan hal yang sangat menghambat kemajuan penguasaan iptek. Entah sejak kapan, manusia Indonesia merasa lebih terpandang di lingkungan masyarakatnya apabila telah memiliki ijazah kesarjanaan daripada memiliki kemampuan nyata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Akhirnya dunia pendidikan pun tidak tergerak untuk mencetak manusia-manusia siap pakai. Sekolah-sekolah kejuruan kurang berkembang. Orang  merasa lebih bergengsi apabila tamat dari sekolah umum daripada sekolah kejuruan karena para siswa sekolah kejuruan dianggap kurang berkemampuan secara intelektual dibandingkan anak-anak dari sekolah umum. Alhasil, Indonesia tidak memiliki cukup tenaga teknis dan insinyur-insinyur lapisan menengah yang tumbuh dari bawah. Padahal sebagai salah satu negara sedang berkembang kebutuhan akan tenaga-tenaga teknis amat besar. Merekalah yang akan membentuk lapisan tenaga kerja menengah Indonesia dan menjadi infrastruktur lunak bagi pengembangan teknologi lebih canggih pada tahap berikutnya. Dengan demikian, kemiskinan yang dialami Indonesia di tengah-tengah kelimpahan sumber daya alamnya antara lain disebabkan oleh sistem pendidikan yang kurang sesuai dengan tahap perkembangan Indonesia.
Dengan gambaran tersebut, tulisan ini hendak mengangkat sebuah hasil kajian kebijakan dari Pusat Pengkajian dan Pengembangan Perekonomian Rakyat Yayasan Agro Ekonomika (Pusat P3R-YAE). Judul Laporan “Kajian Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Era Otonomi Daerah”. Hasil kajian lembaga ini cukup layak ditelaah lebih lanjut oleh karena daya kritisnya yang cukup seimbang dalam melihat persoalan kemiskinan di Indonesia. Salah satu bab dari laporan kajian ini menyorot masalah kemiskinan dalam perspektif sejarah. Tawaran pendekatan untuk mengatasi masalah kemiskinan adalah melalui strategi pola nafkah yang berkelanjutan dan demokratisasi melalui otonomi daerah.

Fakta – fakta kemiskinan di indonesia
Upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia telah dilakukan sejak awal kemerdekaan. Misalnya, di bidang pendidikan, pemerintah melancarkan pemberantasan buta huruf tak terbatas di sekolah formal saja, namun juga secara non-formal. Di era Bung Karno, anak-anak usia sekolah bahkan “dikejar” agar mau masuk sekolah. Di era Pak Harto, dicanangkan wajib belajar sembilan tahun, dan hasilnya luar biasa. Hal ini ditunjukkan pada peningkatan peserta pendidikan dasar dari 62 persen anak-anak pada tahun 1973 menjadi lebih dari 90 persen pada tahun 1983. Namun, sampai saat ini tingkat buta huruf dilaporkan masih cukup tinggi di Indonesia, yaitu meliputi sekitar 5,9 juta orang yang berumur antara 10-44 tahun.
Di bidang kesehatan, pemerintah meluncurkan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan memperkenalkan sistem santunan sosial. Di era Orde Baru, sejak 1970-an, dikenalkan pusat pelayanan kesehatan di tingkat kecamatan (Puskesmas) agar lebih mudah terjangkau oleh masyarakat desa. Belakangan dibentuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di setiap desa. Pada awal 1990-an pembangunan pusat kesehatan masyarakat meningkat lebih tinggi daripada rumah sakit.  Penempatan bidan di desa yang mendidik kader-kader dari kalangan penduduk desa sendiri, dan mendampingi kader dalam kegiatan rutin posyandu, menunjukkan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. Kaderisasi semacam ini meningkatkan peluang keberlanjutan program yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan. Program Keluarga Berencana juga merupakan program strategis untuk mengurangi tingkat kemiskinan keluarga.
Melalui program transmigrasi, penduduk miskin dari daerah padat diberi peluang yang lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan ekonominya. Pembukaan dan pengembangan tanah pertanian baru diharapkan dapat meningkatkan kesempatan kerja para transmigran.
Selanjutnya, melalui Small Enterprise Development Project (SEDP I-III) dari Bank Dunia dilaksanakanlah program kredit likuiditas Bank Indonesia berupa Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) pada tahun 1974 sampai awal 1990-an. Melalui paket 29 Januari 1990, pola kredit usaha kecil diwujudkan dalam KUK (Kredit Usaha Kecil) yang merupakan kredit komersial. KUK ditetapkan sebesar 20 persen dari portofolio kredit bank yang menyalurkannya. Melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1232/1989, BUMN diwajibkan untuk menyisihkan 1-5 persen labanya bagi pembinaan usaha kecil dan koperasi (PUKK). Fasilitas lainnya lagi adalah kredit usaha tani (KUT) yang mulai dilaksanakan tahun 1985 dan merupakan bantuan modal kerja bagi petani untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan.
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan pula diluncurkan berbagai Inpres, seperti Inpres Kesehatan, Inpres Perhubungan, Inpres Pasar, Bangdes, dan yang agak belakangan namun cukup terkenal adalah Inpres Desa Tertinggal (IDT). Dapat dicatat juga program-program pemberdayaan lainnya seperti Program Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Program Tabungan dan Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat  (Takesra-Kukesra), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), dan seterusnya. Hampir semua departemen mempunyai program penanggulangan kemiskinan, dan dana yang telah dikeluarkan pemerintah untuk pelaksanaan program-program tersebut telah mencapai puluhan trilyun rupiah.
Pertanyaannya kini adalah seberapa besar efek pemberdayaan yang telah ditimbulkan berbagai program tersebut pada lapisan masyarakat miskin yang menjadi sasarannya? Jawabannya adalah suatu pertanyaan, yaitu mengapa perekonomian Indonesia ambruk dan tidak tahan menghadapi krisis moneter pada tahun 1997?
Sebagaimana dikemukan di atas, struktur perekonomian Indonesia dengan mudah ambruk karena berat di atas rapuh di bawah. Hal itu terjadi karena kurang seimbangnya perhatian yang diberikan pemerintah Indonesia sejak awal kemerdekaan sampai kini pada pengembangan ekonomi kelompok-kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah dibandingkan dengan kelompok-kelompok usaha besar. Kelompok-kelompok usaha besar ini dalam perkembangannya kurang menjalin hubungan yang sifatnya saling memperkuat dengan kelompok-kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah.
Apa yang dikatakan HS Dillon, pengamat masalah-masalah kemiskinan yang senantiasa menukik analisisnya, mungkin perlu disimak dengan baik. Dikatakan bahwa strategi pertumbuhan ekonomi yang cepat yang tidak dibarengi pemerataan merupakan kesalahan besar yang dilakukan para pemimpin negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Dalam menjalankan strategi tersebut, pinjaman luar negeri telah memainkan peran besar sebagai sumber pembiayaan. Padahal, sering terjadi adanya ketidaksesuaian antara paket pembangunan yang dianjurkan donor dengan kebutuhan riil masyarakat. Kebijakan fiskal dan moneter juga tidak pro kaum miskin, pengelolaan sumber daya alam kurang hati-hati dan tidak bertanggung jawab, perencanaan pembangunan bersifat top-down, pelaksanaan program berorientasi keproyekan, misleading industrialisasi, liberalisasi perekonomian terlalu dini tanpa persiapan yang memadai untuk melindungi kemungkinan terpinggirkannya kelompok-kelompok miskin di dalam masyarakat. Selanjutnya berkembang budaya materialisme, praktek KKN. [3]

PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI INDONESIA

 

                                      I.     Sampai kira-kira 28 tahun lalu (1975) kemiskinan bukanlah topik bahasan seminar dan surat-surat kabar. Baik masyarakat maupun pemerintah “tabu” membahasnya. Pembangunan dianggap akan menghapuskan kemiskinan “dengan sendirinya”. Dan pakar ekonomi dengan analisis-analisisnya berdiri paling depan dalam barisan para pakar yang manganggap bahwa pertumbuhan ekonomi cukup mampu mengatasi segala masalah sosial ekonomi bangsa.
Selama periode 1976-1996 (20 tahun, Repelita II-V) angka kemiskinan Indonesia turun drastis dari 40% menjadi 11% yang dianggap cukup menjadi pembenaran bahwa pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% par tahun dalam periode itu adalah faktor penentunya. Maka krismon 1997-98 yang kembali meningkatkan angka kemiskinan menjadi 24% tahun 1998 dengan mudah dijadikan alasan kuat lain bahwa memang pertumbuhan ekonomi “adalah segala-galanya”.
Kesimpulan saya, pakar ekonomi (teknokrat ekonomi) bukanlah pendukung kuat kebijakan dan program-program penanggulangan kemiskinan di Indonesia.
Economic science has produced mostly “universal” intellectuals. I think it is time for economists to start transforming themselves __ and to do it fast __ into more “specific”, humble intellectuals (Alejandro Sanz de Santamaria in Ekins and Max-Neef, 1992:20).
 Ekins, Paul & Manfred Max-Neef, 1992, Real-Life Economics, Routledge London – New York, p. 20
II.   Program Penanggulangan Kemiskinan bersasaran (targeted poverty alleviation) paling serius dalam sejarah bangsa Indonesia adalah program IDT di sepertiga desa di Indonesia, dan program Takesra/Kukesra di dua pertiga desa lainnya. Keduanya didasarkan atas Inpres 5/1993 dan Inpres 3/1996, yang pertama dengan anggaran dari APBN dan yang kedua dari APBN ditambah bantuan “konglomerat”. Program IDT maupun Takesra/Kukesra keduanya dilaksanakan melalui pendekatan kelompok sasaran antara 15-30 kepala keluarga dengan pemberian modal bergulir, yang pertama (IDT) sebagai hibah dan yang kedua sebagai pinjaman/kredit mikro.
Meskipun terkesan di masyarakat luas bahwa program IDT dan Takesra/Kukesra ini semuanya sudah “gagal total” karena tidak ada lagi dana segar yang disalurkan kepada penduduk miskin, dan sudah ada program-program penggantinya yaitu PPK (Program Pengembangan Kecamatan), tetapi penelitian kami sekaligus mengujicoba kuesioner dan Manual ESCAP di DIY membuktikan yang sebaliknya. Dana hibah program IDT di Karangawen, Gunungkidul, telah meningkatkan pendapatan penduduk miskin sebesar 97% selama 8 tahun (1994-2002). Meskipun dana IDT diberikan sebagai hibah pemerintah pusat kepada 123.000 pokmas di seluruh Indonesia, tetapi di Karangawen otomatis dijadikan model simpan pinjam yang kini telah berkembang 126%. Bukti dari lapangan ini menunjukkan bahwa rakyat / penduduk miskin tidak pernah memperlakukan dana IDT sebagai program belas kasihan (charity) tetapi benar-benar sebagai dana program pemberdayaan ekonomi rakyat yang mampu mengembangkan masyarakat desa yang mandiri dan percaya diri. Dalam kaitan ini saya sedih sekali dan sulit memahami arogansi pakar-pakar ekonomi dan sosial yang enggan pergi ke desa-desa dan selalu menolak hasil-hasil penelitian apapun yang menunjukkan rakyat/penduduk miskin bukan orang-orang bodoh, malas, sehingga hanya bisa maju dengan instruksi dari pemerintah atau orang-orang “pandai” dari luar. Dari kasus ini terbukti bahwa justru bukan rakyat/penduduk miskin yang bodoh/malas, tetapi para pakar ekonomi/sosial itulah sebenarnya yang malas/bodoh. Dalam pada itu aparat birokrasi yang berbicara lancar tentang segala program “taskin”, dalam kenyataan sering memperlihatkan kepedulian dan komitmen yang amat rendah terhadap kehidupan dan nasib penduduk miskin di daerahnya. Ada seorang bupati di Bengkulu yang tidak peduli pada anggota pokmas IDT yang telah ditipu pengusaha pemasok sapi setempat padahal 4 bulan sebelumnya sudah ada “laporan” masuk tentang hal itu di kantornya. Di Maluku seorang pejabat PMD kecamatan tidak berterima kasih tetapi malah mengeluh “tambah kerjaan” saat dikonfirmasi (1996) bahwa seluruh kota di propinsi, kabupaten/kota  di “IDT” kan. Faktor-faktor itulah yang secara keseluruhan mempersulit upaya penanggulangan kemiskinan bersasaran di Indonesia.
III.   Lokakarya kita 2 hari ini bagi sementara orang memang bertajuk kurang menarik, yaitu hanya membahas “aplikasi manual tentang penanggulangan kemiskinan bersasaran” (A Manual for Evaluating Targeted Poverty Alleviation Programmes), “lebih-lebih”  dengan bahasa Inggris. Namun karena telah ada putusan panitia penyelenggara bahwa pada hari kedua ini kita boleh penuh menggunakan bahasa Indonesia atau bagi saya bahasa Jawa di sana-sini, sebaiknya kita berusaha maksimal memanfaatkannya. Manual yang dimaksud dan kuisioner yang menyertainya telah saya terapkan (diujicobakan) di 5 kabupaten/kota di propinsi DIY mulai September 2002–Januari 2003 dan sebagian hasilnya saya laporkan dalam makalah  dengan bahasa Inggris yang “bopeng-bopeng”.
Tiga kritik utama saya terhadap manual ini adalah: Pertama, pendekatannya masih kurang cocok dengan kondisi sosial-ekonomi-budaya riil Indonesia yang masih bersifat dualistik, yaitu masih adanya perbedaan besar antara sektor modern-industrial dan sektor tradisional perdesaan (ekonomi rakyat). Kedua, pendekatan terhadap responden/peserta program penanggulangan kemiskinan bersasaran (PKB) sangat individual/perorangan, padahal dalam kenyataan di semua program PKB peranan kelompok masyarakat (Pokmas) sangat besar. Ketiga, pada bidang usaha/kegiatan ekonomi diasumsikan adanya pemisahan yang jelas/tegas antara kegiatan ekonomi rumah tangga sehari-hari dengan usaha/bisnis termasuk dalam pembukuannya. Namun harus diakui bahwa manual ini benar-benar sangat bermanfaat dan menggugah kita di Indonesia yang selama ini belum pernah membuat upaya-upaya seperti ini, yaitu mengadakan evaluasi secara kuantitatif dampak program (sosial/ekonomi) PKB.
Memang kita sudah sering berbicara tentang MONEV (Monitoring and Evaluation) tetapi belum pernah mengukur secara kuantitatif dampak program-program ini pada tingkat rumah tangga (household), lebih-lebih pada tingkat pemanfaat langsung (beneficiary) dan juga pada tingkat Pokmas beranggotakan 15-30 orang. Jadi yang sering terjadi, meskipun kita sering megadakan MONEV di berbagai daerah kabupaten/kota atau propinsi, namun laporannya selalu bersifat non kuantitatif, yaitu, baik, sedang, kurang, dan sebagainya, dan tidak pernah dapat menunjukkan berapa persen pendapatan penduduk/penerima manfaat telah meningkat sebagai hasil dari program tertentu dan berapa persen penduduk miskin telah menjadi tidak miskin lagi per desa, per kabupaten, dan per propinsi. Satu dua propinsi seperti DIY dan Bali melaporkan berhasil melaksanakan program IDT, tetapi tidak ada laporan secara kuantitatif berapa ribu orang telah dibebaskan dari kemiskinannya selama 8-9 tahun program IDT, dan berapa persen kenaikan pendapatan mereka yang telah tidak miskin lagi.
Dampak negatif belum adanya evaluasi kuantitatif ini sangat jelas yaitu pemerintah tidak pernah  mampu untuk mempertajam program-progam PKB, yaitu di daerah-daerah mana saja program-program perlu dikendorkan karena masyarakat/ ekonomi rakyat sudah dapat mandiri/diberdayakan, dan di daerah mana saja program-program masih perlu ditingkatkan berdasar dan mengambil pelajaran dari pelaksanaan program-program serupa di daerah yang telah berhasil seperti DIY dan Bali tersebut. “Studi banding” dalam arti sebenarnya jarang dilakukan pejabat, bahkan jika mereka bertemu dalam konperensi nasional/regional pun yang mereka tukar pendapatkan bukan upaya-upaya konkrit melaksanakan program-program yang baik tetapi sekedar omong-omong “kagum-mengagumi” praktek-praktek tertentu tanpa tindak lanjut perincian program-program yang dikagumi sebagai program-program yang berhasil.
Maka Manual ESCAP ini dengan penyempurnaan-penyempurnaan kita dan penyesuaian tertentu pada budaya nasional/regional kita di Indonesia dapat menjadi titik awal metode ilmiah evaluasi (dan monitoring) macam-macam PKB kita seperti yang kini kita laksanakan, yaitu PPK. PPK yang merupakan peningkatan program IDT dalam perhitungan kita baru dapat meningkatkan pendapatan sebessar 11% dibanding 97% pada program IDT (pada tingkat rumah tangga/household), meskipun pada tingkat pemanfaat (beneficiaries) sebesar 63,2%, lebih tinggi dibanding IDT yang 35,4%.
Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepaa UN-ESCAP yang telah memberikan kepercayaan untuk mengujicobakan manual ini di Yogyakarta, tempat kedudukan kami. Seandainya lokakarya ini dapat dilaksanakan di Yogyakarta tentu dapat lebih menarik lagi bagi para peserta yang kemudian dapat mengadakan pembicaraan “tatap muka” langsung dengan orang-orang anggota pokmas yang telah naik tingkat dari miskin menjadi tidak miskin lagi. Mudah-mudahan pemerintah Indonesia dapat benar-benar tergugah untuk melaksanakan evaluasi-evaluasi kuantitatif seperti ini di semua daerah dan hasil-hasilnya ditindaklanjuti setiap tahun dalam bentuk penajaman program-program penanggulangan kemiskinan bersasaran.

Alternatif Solusi Penanganan Kemiskinan di Indonesia
Seperti yang telah dijelaskan di atas, penulis tidak sepakat terhadap solusi penanganan kemiskinan melalui pembuatan RUU Penanganan Fakir Miskin. Oleh karena itu, penulis akan memaparkan alternatif solusi lainnya untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. Berikut merupakan alternatif solusi tersebut:
1.    Optimalisasi lembaga zakat dan wakaf
Lembaga zakat dan wakaf telah diakui keberadaannya di Indonesia sejak lama dan pengaturannya telah mencapai level undang-undang. Selain itu, potensi zakat dan wakaf sangat besar sehingga sangat memungkinkan untuk digunakan guna mengatasi masalah kemiskinan di negeri ini. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB pada tahun 2011, potensi zakat secara nasional mencapai angka Rp 217 triliun atau setara dengan 3,40 persen dari total PDB. Sedangkan potensi wakaf di Indonesia, yaitu  potensi  dari wakaf tanah seluas 2.171.041.349. m2  yang tersebar di 414.848 (Data Departemen Agama Tahun 2010) dan potensi wakaf uang yang mencapai Rp 20 triliun per tahunnya (asumsi yang dibuat oleh Mustafa Edwin Nasution).
Agar potensi zakat dan wakaf tersebut bisa dioptimalkan untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia, diperlukan sinergisitas unsur pemerintah dengan elemen masyakarat, dalam hal ini antara Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dengan lembaga amil zakat serta antara Badan Wakaf Indonesia (BWI) dengan nazhir wakaf. Dalam membuat program-program untuk mengatasi masalah kemiskinan, baik BAZNAS dan BWI maupun amil dan nazhir, sebaiknya berusaha agar program-program tersebut sinergis dan bisa saling melengkapi sehingga tidak ada ada program yang tumpang tindih satu sama lain. Oleh karena itu, BAZNAS dan BWI sebagai elemen pemerintah perlu terus mengayomi amil dan nazhir yang ada di Indonesia agar bisa bergerak bersama untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. 

Sabtu, 08 Oktober 2011

makalah sosiologi ekonomi


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menciptakan struktur baru, yaitu struktur global. Struktur tersebut akan mengakibatkan semua bangsa di dunia termasuk Indonesia, mau tidak mau akan terlibat dalam suatu tatanan global yang seragam, pola hubungan dan pergaulan yang seragam khususnya dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Aspek Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang semakin pesat terutama teknologi komunikasi dan transportasi, menyebabkan issu-issu global tersebut menjadi semakin cepat menyebar dan menerpa pada berbagai tatanan, baik tatanan politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. Dengan kata lain globalisasi yang ditunjang dengan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadikan dunia menjadi transparan tanpa mengenal batas-batas negara. Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, masyarakat dunia khususnya masyarakat Indonesia terus berubah sejalan dengan perkembangan teknologi, dari masyarakat pertanian ke masyarakat industri dan berlanjut ke masyarakat pasca industri yang serba teknologis. Pencapaian tujuan dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan cenderung akan semakin ditentukan oleh penguasaan teknologi dan informasi, walaupun kualitas sumber daya manusia (SDM) masih tetap yang utama.
Sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam persaingan global, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40). Hal tersebut amatlah memperihatinkan karena jika dilihat penduduk indonesia yang sangat banyak tetapi tak seimbang dengan jumlah penduduk yang memiliki sumber daya manusia yang memadai. Agar kita bisa memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas, seharusnya dengan cara mendapatkan ilmu pengetahuan dan melakukan  banyak percobaan agar kita dapat pengalaman. Kita bisa mendapat ilmu pengetahuan dengan cara bersekolah atau mengikuti program lain. Jika kita bersekolah harus bertahap, yaitu dari Sekolah Dasar kemudian ke Sekolah Menegah Pertama kemudian ke Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan dan mungkin melanjutkan ke sarjana.
1.2 Tujuan penulisan makalah
            Adapun yang menjadi tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir semester 1 pada mata kuliah sosiologi ekonomi di universitas pamulang.
2.      Menjadi bahan yang akan di presentasikan di depn kelas sebagai diskusi kelas.
3.      Memberikan informasi tentang sumber daya alam.
1.3 Metode pengumpulan data
            Dalam penyelesaian makalah ini kami menggunakan metode kajian pustaka yang mengutip dari beberapa kutipan di media masa seperti internet,buku tentang sosiologi ekonomi dan artikel-artikel.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SDM (sumber daya manusia)
Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena itu, dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan industri dan organisasi.
Sebagai ilmu, SDM dipelajari dalam manajemen sumber daya manusia atau (MSDM). Dalam bidang ilmu ini, terjadi sintesa antara ilmu manajemen dan psikologi. Mengingat struktur SDM dalam industri-organisasi dipelajari oleh ilmu manajemen, sementara manusia-nya sebagai subyek pelaku adalah bidang kajian ilmu psikologi.
Untuk memahami pengertian Sumber Daya Manusia (SDM) perlu dibedakan antara pengertiannya secara makro dan mikro. Pengertian SDM secara makro adalah semua manusia sebagai penduduk atau warga negara suatu negara atau dalam batas wilayah tertentu yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah maupun memperoleh pekerjaan. Di samping itu SDM secara makro berarti juga penduduk yang berada dalam usia produktif, meskipun karena berbagai sebab dan/atau masalah masih terdapat yang belum produktif karena belum memasuki lapangan kerja yang terdapat di masyarakatnya.

SDM dalam arti mikro secara sederhana adalah manusia atau orang yang bekerja atau menjadi anggota suatu organisasi yang disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja dan lain-lain. Sedang secara lebih khusus SDM dalam arti mikro di lingkungan sebuah organisasi/perusahaan pengertiannya dapat dilihat dari tiga sudut:
a. SDM adalah orang yang bekerja dan berfungsi sebagai aset organisasi yang dapat dihitung jumlahnya.
b. SDM adalah potensi yang menjadi motor penggerak organisasi.
c. Manusia sebagai sumber daya adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, sebagai penggerak organisasi berbeda dengan sumber daya lainnya. Nilai-nilai kemanusiaan yang dimilikinya mengharuskan sumber daya manusia diperlakukan secara berlainan dengan sumber daya lainnya.
Penjelasan menganai manusia sebagai sumber daya menunjukkan bahwa manusia adalah mahluk yang unik dan komplek, yang dalam bekerja di lingkungan sebuah perusahaan harus diperlakukan dengan kualitas kehidupan kerja yang baik agar memungkinkannya bekerja secara efektif, efisien, produktif dan berkualitas Di antaranya dalam bentuk memberikan kesempatan untuk berpartisipasi mengembangkan karirnya, diperlakukan adil dalam menyelesaikan konflik yang dihadapinya, disupervisi secara jujur dan obyektif, memperoleh upah yang layak dll.
Berbicara mengenai sumber daya manusia, sebenarnya dapat kita lihat dari dua aspek, yakni kuantitas dan kualitas. Kuantitas menyangkut jumlah sumber daya manusia (penduduk) yang kurang penting kontribusinya dalam pembangunan, dibandingkan dengan aspek kualitas. Bahkan kuantitas sumberdaya manusia tanpa disertai dengan kualitas yang baik akan menjadi beban pembangunan suatu bangsa. Sedangkan kualitas menyangkut mutu sumber daya manusia tersebut, yang menyangkut kemampuan nonfisik (kecerdasan dan mental). Oleh sebab itu untuk kepentingan percepatan suatu pembangunan di bidang apapun, maka peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan suatu persyaratan utama. Kualitas sumber daya manusia ini menyangkut dua aspek juga, yakni aspek fisik, dan aspek nonfisik yang menyangkut kemampuan bekerja, berpikir, dan keterampilan-keterampilan lain. Oleh sebab itu, upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia ini juga dapat diarahkan kepada kedua aspek tersebut. Untuk meningkatkan kualitas fisik dapat diupayakan melalui program-program kesehatan dan gizi. Sedangkan untuk meningkatkan kualitas atau kemampuan-kemampuan nonfisik tersebut, maka upaya pendidikan dan pelatihan adalah yang paling diperlukan. Upaya inilah yang dimaksudkan dengan pengembangan sumber daya manusia.
Mengingat faktor pendidikan sangat dibutuhkan dalam upaya membangun kualitas SDM, maka pemerintah harus menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama.Sumber daya manusia (humaresources) bila dihubungkan dengan aktivitas pembangunan ekonomi maka mempunyai arti bahwa sumber daya manusia mengandung pengertian atau mencerminkan kemampuan manusia untuk bekerja dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang atau jasa (sumber daya manusia) sebagai factor produksi. Adanya kemampuan yang dimiliki oleh manusia ini maka setiap orang tentunya mempunyai kempuan yang tidak sama.bahkan ada juga yang sama sekalu tidak mempunyai kemampuan atau sangat rendah kemapuannya.
Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau organisasi lebih mengemuka. Karakteristik sosial dan ekonomi berhubungan dengan kualitas (mutu) sumber daya manusia.Keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara, sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang ada baik secara fisik maupun mental.Sumber daya manusia atau penduduk menjadi aset tenaga kerja yang efektif untuk menciptakan kesejahteraan.Kekayaan alam yang melimpah tidak akan mampu memberikan manfaat yang besar bagi
manusia apabila sumber daya manusia yang ada tidak mampu mengolah dan memanfaatkan kekayaan alam yang tersedia.Untuk memaksimalkan hal tersebut perlu kita ketahui bagaimana perencanaan sumber daya manusia agar tepat guna sesuai kebuuhan ketenegakerjaan.
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Sumber Daya Manusia
proses perencanaan sumber daya manusia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
         A.lingkungan Ekternal
Perubahan – perubahan lingkungan sulit di prediksi dalam jangka pendek dan kadang – kadang tidak mungkin diperkirakan dalam jangka yang panjang
A. Perkembangan ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat besar tetapi sulit diestimasikan. Sebagai salah satu contoh inflasi pengangguran dan tingkat bunga yang sering terjadi merupakan faktir penentu kondisi binis yang dihadapi perusahaan.
B. kondisi polotik hukum mempunyai implikasi pada perencanaan sumber daya manusia melalui berbagai bidang di bagian personalia, perubahan sikap, perilaku dan sebagainya.                                                                               
C. sedangkan perubahan – perubahan teknologi sekarang ini tidak hanya suit diramal tetapi juga sulit dinilai. Perkembangan komputer secara dahsyat merupakan contoh jelas perubahan teknologi menimbulkan gejolak sumber daya manusia.


D. Para pesaing merupakan suatu tantangan ekternal lainnya yang akan memperngaruhi permintaan sumber daya manusia organisasi.sebagai contoh , “pembajakan” manajer akan memaksakan perusahaan akan selalu menyiapkan pengantinya melalui antisipasi dalam perencanaan sumber daya manusia.
B. keputusan – keputusan organisasional
Berbagai keputusan pokok organisasional mempengaruhi permintaan sumber daya manusia.
A. Rencana strategi perusahaan adalah keputusan yang paling berpengaruh. Ini mengikat perusahaan dalam jangka waktu yang panjang untuk mencapai sasaran – sasaran seperti tingkat tingkat pertumbuhan produk baru atau segmen baru. Sasaran tersebut menentukan jumlah dan kualitas karyawan yang di butuhkan di dalam waktu yang akan datang .
B. Dalam jangka pendek para perancana menterjemahkan rencana – rencana strategis menjadi oprasional dalam bentuk anggaran. Besar anggaran tepengaruh jangka pendek yang paling berarti pada kebutuhan sumber daya manusia.
C. Forecast penjualan dan produksi meskipun tidak setepat anggaran juga menyebabkan perubahan kebutuhan personalia. Jangka pendek.
D. Perluasan usaha berarti kebutuhan sumber daya manusia baru.
E. Begitu juga, reorganisasi atau perancangan kembali pekerjaan-pekerjaan dapat secara radikal merubah kebutuhan dan memerlukan berbagai tingkat ketrampilan yang berbeda dari para karyawan di masa mendatang.


C. Faktor-faktor Persediaan Karyawan
Permintaan sumber daya manusia dimodifakasi oleh kegiatan-kegiatan karyawan. Pensiun, permohonan berhenti, terminasi, dan kematian semuanya menaikkan kebutuhan personalia. Data masa lalu tentang faktor-faktor tersebut dan trend perkembangannya bisa berfungsi sebagai pedoman perencanaan yang akurat.
2.3 Manfaat Perencanaan SDM
Dengan perencaaan tenaga kerja diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat baik bagi perusahaan maupun bagi karyawan. Manfaat-manfaat tersebut antara lain: (Rivai, 2004, p. 48)
1. Perusahaan dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang ada dalam perusahaan secara lebih baik. Perencanaan sumber daya manusia pun perlu diawali dengan kegiatan inventarisasi tentang sumber daya manusia yang sudah terdapat dalam perusahaan. Inventarisasi tersebut antara lain meliputi:
a. Jumlah karyawan yang ada
b. Berbagai kualifikasinya
c. Masa kerja masing-masing karyawan
d. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, baik pendidikan formal maupun program pelatihan kerja yang pernah diikuti
e. Bakat yang masih perlu dikembangkan
f. Minat karyawan, terutama yang berkaitan dengan kegiatan di luar tugas pekerjaan
.



 Hasil inventarisasi tersebut sangat penting, bukan hanya dalam rangka pemanfaatan sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas-tugas sekarang, akan tetapi setidaknya berhubungan dengan empat kepentingan di masa depan, yaitu:
a. Promosi karyawan tertentu untuk mengisi lowongan jabatan yang lebih tinggi jika karena berbagai sebab terjadi kekosongan.
b. Peningkatan kemampuan melaksanakan tugas yang sama.
c. Dalam hal terjadinya alih wilayah kerja yang berarti seseorang ditugaskan ke lokasi baru tetapi sifat tugas jabatanya tidak mengalami perubahan.
2.
 Melalui perencanaan sumber daya manusia yang matang, efektifitas kerja juga dapat lebih ditingkatkan apabila sumber daya manusia yang ada telah sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Standard Operating Prosedure (SOP) sebagai pedoman kerja yang telah dimiliki yang meliputi: suasana kerja kondusif, perangkat kerja sesuai dengan tugas masing-masing sumber daya manusia telah tersedia, adanya jaminan keselamatan kerja, semua sistem telah berjalan dengan baik, dapat diterapkan secara baik fungsi organisasi serta penempatan sumber daya manusia telah dihitung berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
3.
 Produktivitas dapat lebih ditingkatkan apabila memiliki data tentang pengetahuan, pekerjaan, pelatihan yang telah diikuti oleh sumber daya manusia. Dengan mengikutsertakan karyawan dalam berbgai pendidikan dan pelatihan, akan mendorong karyawan untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Melalui pendidikan dan pelatihan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia yang diikuti dengan peningkatan disiplin kerja yang akan menghasilkan sesuatu secara lebih professional dalam menangani pekerjaan yang berkaitan langsung dengan kepentingan perusahaan.
4.
 Perencanaan sumber daya manusia berkaitan dengan penentuan kebutuhan tenaga kerja di masa depan, baik dalam arti jumlah dan kualifikasinya untuk mengisi berbagai jabatan dan menyelengarakan berbagai aktivitas baru kelak.
5.
 Salah satu segi manajemen sumber daya manusia yang dewasa ini dirasakan semakin penting ialah penaganan informasi ketenagakerjaan. Dengan tersedianya informasi yang cepat dan akurat semakin penting bagi perusahaan, terutama perusahaan yang memiliki sumber daya manusia yang banyak dengan cabang yang tersebar di berbagai tempat (baik dalam negeri maupun diluar negeri).
Dengan adanya informasi ini akan memudahkan manajemen melakukan perencanaan sumber daya manusia (Human Resources Information) yang berbasis pada teknologi canggih merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dihindarkan di era perubahan yang serba cepat.
6.
 Seperti telah dimaklumi salah satu kegiatan pendahuluan dalam melakukan perencanaan termasuk perencanaan sumber daya manusia adalah penelitian.
Berdasarkan bahan yang diperoleh dan penelitian yang dilakukan untuk kepentingan perencanaan sumber daya manusia, akan timbul pemahaman yang tepat tentang situasi pasar kerja dalam arti:
a. Permintaan pemakai tenaga kerja atas tenaga kerja dilihat dan segi jumlah, jenis, kualifikasi dan lokasinya.
b. Jumlah pencari pekerjaan beserta bidang keahlian, keterampilan, latar belakang profesi, tingkat upah atau gaji dan sebagainya.
Pemahaman demikian penting karena bentuk rencana yang disusun dapat disesuaikan dengan situasi pasaran kerja tersebut.
7.
 Rencana sumber daya manusia merupakan dasar bagi penyusunan program kerja bagi satuan kerja yang menangani sumber daya manusuia dalam perusahaan. Salah satu aspek program kerja tersebut adalah pengadaan karyawan baru guna memperkuat tenaga kerja yang sudah ada demi peningkatan kemampuan perusahaan mencapai tujuan dan berbagai sasarannya. Tanpa perencanaan sumber daya manusia, sukar menyusun program kerja yang realistik.
8.
 Mengetahui pasar tenaga kerja. Pasar kerja merupakan sumber untuk mencari calon-calon sumber daya manusia yang potensial untuk diterima (recruiting) dalam perusahaan. Dengan adanya data perencanaan sumber daya manusia di samping mempermudah mencari calon yang cocok dengan kebutuhan, dapat pula digunakan untuk membantu perusahaan lain yang memerlukan sumber daya manusia.
9.
 Acuan dalam menyusun program pengembangan sumber daya manusia.
Perencanaan sumber daya manusia dapat dijadikan sebagi salah satu sumbangan acuan, tetapi dapat pula berasal dari sumber lain. Dengan adanya data yang lengkap tentang potensi sumber daya manusia akan lebih mempermudah dalam menyusun program yang lebih matang dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat diketahui manfaat dari perencanaan sumber daya manusia dalam suatu perusahaan sebagai sesuatu yang sangat penting, demi kelancaran dan tercapainya tujuan dari perusahaan.
2.4 Tujuan pengembangan SDM
Tujuan pengembangan sumber daya manusia menurut Martoyo (1992) adalah dapat di tingkatkanya kemampuan, dan sikap karyawan / anggota organisasi sehingga lebih efektif dan efisien dalam mencapai sasaran ataupun tujuan organisasi-organisasi.
Sedangkan manfaaat dan tujuan dari kegiatan pengembangan sumber daya manusia menurut Schuler (1992) :
 1 mengurangi dan menghilangkan kinerja yang buruk
 2 meningkatkan produktivitas
 3 meningkatkan fleksibilitas dan angkatan kerja
 4 meningkatkan komitmen karyawan
Sumber daya manusia yang berkualitas memberikan pengaruh yang sangat baik apabila di manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Manfaat yang baik akan berguna bagi diri kita’ masyarakat dan Negara. Apabila kita mencari pekerjaan atau membuat lapangan pekerjaan sendiri, kita bisa melihat dari kelebihan dan kemampuan yang kita miliki dari sumber daya kita. Hal ini dapat mengurangi jumlah penganguran di Negara kita, jadi sangatlah penting sumber daya manusia bagi kehidupan kita.
Agar kita bisa memperoleh sumber daya manusia yang berkwalitas, seharusnya dengan cara mendapatkan ilmu pengetahuan dan melakukan banyak percobaan supaya mendapatkan banyak pengalaman
Sumber daya manusia sangatlah penting bagi Negara maju maupun berkembsng seperti Indonesia. Ini di karenakan penduduk yang memiliki sumber daya manusia yang berkwalitas akan membangun bangsanya untuk menjadi Negara maju yang memiliki penduduk yang cerdas dan cakap dalam membangun bangsa dan negaranya, maka sumber daya manusia sangat perlu di tingkatkan untuk mendapatkan cita-cita bangsa Indonesia .
Kualitas sumber daya manusia masih menjadi persoalan pertama dalam bidang pendidikan, baik di tingkat pendidikan tinggi maupun pendidikan dasar dan menengah. Dari sekitar 160.000 dosen yang ada di Indonesia, hamper 54 persenya masih belum S-1 dan S-2, sementara guru dari 2,7 juta guru, 1,5 juta diantaranya belum S-1 . hal tersebut di ungkapkan sekertaris jendral dewan pendidikan tinggi direktorat jendral pendidikan tinggi departemen pendidikan nasional prof.Nizam
Kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Dunia kerja menurut sumber daya manusia yang mempunyai kecakapan dalam setiap bidang yang digelutinya. SDM yang berkwalitas pun dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing bangsa dengan Negara-negara lain terutama dalam era globalisasi seperti sekarang. Saat ini kwalitas SDM Indonesia semakin terpuruk. Keterpurukan ini dapat dilihat dari masih tingginya tingkat pengangguran di Indonesia baik yang terdidik maupun tidak. Hal ini tentunya mengecewakan, apalagi melihat bahwa masih sedikit sekali orang Indonesia yang menduduki posisi puncak maupun penting di perusahaan-perusahaan asing di Indonesia .

2.5 Realita sumber daya manusia
Dalam memahami realita sumber daya manusia secara luas pada tempat tertentu, dibutuhkan beberapa pendekatan atau pun kerangka pandang yang cukup memadai. Salah satu pendekatan yang selama ini dipakai adalah pendekatan kependudukan.
Melalui pendekatan kependudukan dapat diambil berbagai macam keuntungan antara lain : dapat diketahuai infor masi dasar tentang penduduk yang mencakup distribusi penduduk, karakteristik dan perubahan - perubahan. Dengan melihat distribusi penduduk dan kebutuhannya. Hal ini terutama dikaitkan dengan variable – variable demografi, yaitu : kelahiran, kematian, perkawinan, gerak peduduk territorial (imigrasi), mobilitas penduduk (perubahan status) yang mempengaruhi sumber daya manusia masyarakat secara umum.
Pada realitas sumber daya manusia, diperlukan kajian yang lebih oprasional sehingga dapat menjelaskan dengan memadai terhadap salah satu kajian operasional tersebut dilihat dari kerangka pandangan demografi atau studi kependududkan. Banyak teori – teori dalam studi kependudukan, berkembang dan cukup dapat menjadi pidsau analisis kita dalam memahami sumber daya manusai secara umum ( walaupun kita dibolehkan lepas dari otolritik terhadapnya) seperti teori Malthus atau teori transis demografi. Satu hal penting untuk di ingat adalah bahwa memperlajari penduduk, tidak terbatas hanya dakam angka –angka saja. Para ahli kependududkan beraliran social malah mengatakan bahwa perubahan penduduk merupakan hasil dari kondisi penduduk yang bersangkutan. Berarti selain studi – studi kualitas dapat diadakan, penduduk juga dapat dipelajari denganpengamatan yang lebih mendalam menggunakan kualitas guna mengetahui factor – factor yang melatar belakangi kondisi tersebut.
Sumber daya manusia merupakan salah satu factor kunci dalam persaingan global, yakni bagaimana menciptkan SDM yang berkualitas dan berketerampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini diabaikan. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi bangsa Indonesia menuntut persaingan dalam dunia usaha. Untuk mengatasi persaingan Indonesia harus memiliki SDM yang berkualitas untuk mengelolah SDA (sumber daya alam) yang melimah. Hali ini perlu dilakukan agar idonesia mamapu mengelolah SDA tanpa campur tangan pihak asing.
Salah satu masalah yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah SDA melimpah, namun SDM kurang. Berdasarkan pada kenyataan yang terjadi. Indonesia memiliki SDA yang melimpah, tetapi SDM yang kurang memadai. Jika kualitas SDM Indonesia rendah , maka jangan salahkan jika kualitas SDA pun rendah. Seandainya SDM Indonesia tinggi, tentu mutu dan mengelolah SDA pun tinggi. SDA Indonesia yang melimpah belum terkelolah dengan baik. Karena SDM yang diharapkan dapat mengelolahnya SDA dengan baik, malah berkualitas rendah. Jangankan mengelolah lingkungan, dengan kualitas SDM justru akan membawa kerusakan lingkungan. Buktinya masyarakat Indonesia justru gemar melakukan penebangan liar, penggundulan hutan, pembukaan lahan tanpa tebang pilih, dan lain sebagainya.
2.6 Faktor rendahnya pendidikan penduduk Indonesia
A. pendapatan perkapita rendah sehingga orang tua atau penduduk tidak mampu bersekolah atau pun berhenti sebelum tamat.
B. ketidak seimbangan jumlah murid dengan jumlah sarana pendidika,. Seperti : jumlah kelasnya, guru dan buku pelajaran, ini berakibat tidak semua anak usia sekolah tertampung belajar disekolah.
C. masih rendahnya keasdaraan penduduk akan pentingnya pendidikan sehingga banyak orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya disekolah.
upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
A. menambah jumlah sekolah dari tingkat SD sampai dengan tim\ngkat perguruan tinggi.
B. melaksanakan program wajib belajar 9 tahun dengan tepat guna.
C.menambah jumlah pengajar (tenaga pendidik) disemua jenjang pendidikan.
D.memberikan beasiswa kepada pelajar dari keluarga yang tidak mapu tetapi berprestasi
E.meningkat pengetahuan para pendidik (guru atau dosen) dengan penatara dan pelatiahan.
F. menyempurnakan kurikulum sekolah dalam rangja meningkatkan mutu pendidikan.
        
2.7 Manajemen sumber daya manusia
Manajemen sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia - bukan mesin - dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian MSDM menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi, dll.
2.8 Unsur MSDM
Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara langsung sumber daya manusianya.
2.9 Tujuan MSDM
Manajemen Sumber Daya Manusia diperlukan untuk meningkatkan efektivitas sumber daya manusia dalam organisasi. Tujuannya adalah memberikan kepada organisasi satuan kerja yang efektif. Untuk mencapai tujuan ini, studi tentang manajemen personalia akan menunjukkan bagaimana seharusnya perusahaan mendapatkan, mengembangkan, menggunakan, mengevaluasi, dan memelihara karyawan dalam jumlah (kuantitas) dan tipe (kualitas)
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi sdm adalah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut HRD atau human resource department. Menurut A.F. Stoner manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.
Tujuan-tujuan lain MSDM terdiri dari empat tujuan, yaitu :
A. Tujuan Organisasional
Ditujukan untuk dapat mengenali keberadaan manajemen sumber daya manusia (MSDM) dalam memberikan kontribusi pada pencapaian efektivitas organisasi. Walaupun secara formal suatu departemen sumber daya manusia diciptakan untuk dapat membantu para manajer, namun demikian para manajer tetap bertanggung jawab terhadap kinerja karyawan. Departemen sumber daya manusia membantu para manajer dalam menangani hal-hal yang berhubungan dengan sumber daya manusia.
B. Tujuan Fungsional
Ditujukan untuk mempertahankan kontribusi departemen pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Sumber daya manusia menjadi tidak berharga jika manajemen sumber daya manusia memiliki kriteria yang lebih rendah dari tingkat kebutuhan organisasi.
C. Tujuan Sosial
Ditujukan untuk secara etis dan sosial merespon terhadap kebutuhan-kebutuhan dan tantangan-tantangan masyarakat melalui tindakan meminimasi dampak negatif terhadap organisasi. Kegagalan organisasi dalam menggunakan sumber dayanya bagi keuntungan masyarakat dapat menyebabkan hambatan-hambatan.
D. Tujuan Personal
Ditujukan untuk membantu karyawan dalam pencapaian tujuannya, minimal tujuan-tujuan yang dapat mempertinggi kontribusi individual terhadap organisasi. Tujuan personal karyawan harus dipertimbangkan jika parakaryawan harus dipertahankan, dipensiunkan, atau dimotivasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
sumber daya alam Merupakan potensi yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri yang mewujudakan peranan manusia sebagai makhluk social yang adaptif dan tranformatif yang mamapu mengolah diri sendiri serta seluruh potensi yang terkandung dialam yang menuju terciptanya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan.Dalam pnngertian praktis SDM dapat pula diartikan sebagaian integral dari system yang membentuk sesuatu organisasi. Oleh karena itu dalam kajian ilmu psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan industri dan organisasi. Dalam menegolah SDM agar terciptanya suata yang berguna maka ada kiranya manejement sumber daya manusia karena dengan manajement yang baik sumber daya yang akan di manfaatkan akan lebih bermaanfaat dalam pengelolahannya.
Maka Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu yang mempelajari cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang mempunyai ke efisienan dan ke efektifan dalam melaksanakan tugas atau suatu pekerjaan agar lebih maksimal serta memiliki tujuan bersama perusahaan.Sumber daya manusia yang berkualitas memberikan pengaruh yang sangat baik apabila di manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Manfaat yang baik akan berguna bagi diri kita’ masyarakat dan Negara. Apabila kita mencari pekerjaan atau membuat lapangan pekerjaan sendiri, kita bisa melihat dari kelebihan dan kemampuan yang kita miliki dari sumber daya kita. Hal ini dapat mengurangi jumlah penganguran di Negara kita, jadi sangatlah penting sumber daya manusia bagi kehidupan kita.
Agar kita bisa memperoleh sumber daya manusia yang berkwalitas, seharusnya dengan cara mendapatkan ilmu pengetahuan dan melakukan banyak percobaan supaya mendapatkan banyak pengalaman.

           
Daftar pustaka

id.wikipedia.org/wiki/Manajemen
id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_sumber_daya_manusia
organisasi.org/definisi_pengertian_tugas_fungsi_manajeme.com
duniabaca.com/sdm-indonesia-dalam-persaingan-global.html
Suryani S.E, lilies.2011.modul sosiologi ekonomi.pamulang